Mengapa Presiden Prawiranegara Dilupakan Sejarah Republik Ini?
JAKARTA - Kiprah tokoh Sjafruddin Prawiranegara yang
berperan berarti di era Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI),
sekarang diangkat dalam novel. Penulisnya, Akmal Nasery Basral, menggarapnya
dengan judul Presiden Prawiranegara.
Akmal novelis kelahiran Jakarta 28 April 1968, menekuni
dunia jurnalistik sudah 16 tahun, di antaranya sebagai wartawan Tempo.
Akmal menggambarkan sebagai ada satu masa
di dalam kehidupan Pak Sjafruddin yang selama ini banyak yang ditutup-tutupi. Akmal melihat dia sebagai pemimpin yang pro kerakyatan dan
memiliki pengorbanan yang tidak kenal pamrih. Tetapi, ia tak banyak dikenalkan
di sekolah, sebagaimana Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan H Agus Salim.
Padahal, menurutnya, Sjafruddin Prawiranegara pernah menjadi
Menteri Keuangan, Gubernur pertama Bank Indonesia dan melimpah berbagai jabatan
lagi. Akmal termasuk yang menempatkan Sjafruddin sebagai salah satu presiden
RI.
"Sebetulnya kalaupun pemerintah tidak menulis itu
sebagai presiden tapi ketua PDRI, mestinya tetap bisa ditulis, yang masih
menjadi masalah sebutan presidennya, tapi sebetulnya ia kepala negara sesudah
Bung Karno, " ujarnya.
Menurut dia, 10 tahun setelah Pemerintahan Darurat
Gemeinwesen Indonesia (PDRI), ada problem manajemen nasional sehingga nampak
Pemerintahan Revolusioner Republik Dalam negri (PRRI). Pemerintah pusat
menganggap PRRI sebagai pemberontakan.
Keterlibatan Sjafruddin dalam PRRI tersebut membuat peran
pentingya hilang selama era Orde Lama maupun Orde Baru. Sjafruddin bahkan ikut menandatangani
Petisi 50 bersama Ali Sadikin dan oleh Orde Baru hal itu juga dianggap sebagai upaya
makar.
Bagi Akmal, reputasi Sjafruddin era kemerdekaan itu tak
seharusnya membuat dia juga dicoret
untuk daftar nama Presiden RI. Ia mencontohkan, Presiden Amerika Serikat,
Richard Nixon, sudah pernah terbukti salah dalam skandal Watergate tetapi dalam
sejarah tetap diakui sebagai presiden AS.
Akmal mengungkapkan, Sjafruddin juga tidak mendapat
penghargaan pahlawan nasional. Namun, namanya digunakan pula sebagai nama
menara di kompleks Bank Indonesia, dan nama gedung pada Kementerian Pertahanan
karena ia pernah menjadi Menteri Pertahanan dalam kabinet PDRI. "Itu, kan,
lucu. Ada periode pemerintah yang mengakui keberadaannya, walaupun secara
legitimasi tidak diakui, " ujarnya.
Akmal mengangkat periode sejarah yang terlupakan atau bahkan
mungkin dilupakan melalui judul yang cukup provokatif.
Pemerintah RI tak mau mengakui Sjafruddin sebagai pahlawan
dan itu sebuah kekeliruan besar, penetapan pahlawan itu bukan dengan lobi atau tekanan
politik tetapi melalui suatu kajian. Dan
kita mengetahui bahwa peran PDRI tersebut amat penting di dalam perjuangan
mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.
Menurut putri kedua Sjafruddin, Sofiah Y Prawiranegara,
bercerita, mendiang ayahnya juga menyenangi musik. Ia pernah menciptakan mars
Masyumi.
Masyumi merupakan Majelis Syuro Muslimin Indonesia, partai
politik yang dicekal oleh Orde Lama, dan dilanggengkan kembali oleh Orde Baru.
Sumber:
ANT
Comments
Post a Comment