Mengapa Presiden Prawiranegara Dilupakan Sejarah Republik Ini?

JAKARTA - Kiprah tokoh Sjafruddin Prawiranegara yang berperan berarti di era Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), sekarang diangkat dalam novel. Penulisnya, Akmal Nasery Basral, menggarapnya dengan judul Presiden Prawiranegara.


Kolonel Dahlan Djambek (paling kiri), Burhanuddin Harahap, pemimpin Dewan Revolusi Ahmad Husein, Mr Sjafruddin Prawiranegara, dan Maludin Simbolon. Foto  Maret 1958 ini menunjukkan mereka sebagai pemimpin Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang berkedudukan di Bukittinggi
LIFE/James Burke Kolonel Dahlan Djambek (paling kiri), Burhanuddin Harahap, pemimpin Dewan Revolusi Ahmad Husein, Mr Sjafruddin Prawiranegara, dan Maludin Simbolon. Foto  Maret 1958 ini menunjukkan mereka sebagai pemimpin Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang berkedudukan di Bukittinggi

Akmal novelis kelahiran Jakarta 28 April 1968, menekuni dunia jurnalistik sudah 16 tahun, di antaranya sebagai wartawan Tempo.

Akmal menggambarkan sebagai ada satu masa di dalam kehidupan Pak Sjafruddin yang selama ini banyak yang ditutup-tutupi. Akmal melihat dia sebagai pemimpin yang pro kerakyatan dan memiliki pengorbanan yang tidak kenal pamrih. Tetapi, ia tak banyak dikenalkan di sekolah, sebagaimana Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan H Agus Salim.

Padahal, menurutnya, Sjafruddin Prawiranegara pernah menjadi Menteri Keuangan, Gubernur pertama Bank Indonesia dan melimpah berbagai jabatan lagi. Akmal termasuk yang menempatkan Sjafruddin sebagai salah satu presiden RI.

"Sebetulnya kalaupun pemerintah tidak menulis itu sebagai presiden tapi ketua PDRI, mestinya tetap bisa ditulis, yang masih menjadi masalah sebutan presidennya, tapi sebetulnya ia kepala negara sesudah Bung Karno, " ujarnya.

Menurut dia, 10 tahun setelah Pemerintahan Darurat Gemeinwesen Indonesia (PDRI), ada problem manajemen nasional sehingga nampak Pemerintahan Revolusioner Republik Dalam negri (PRRI). Pemerintah pusat menganggap PRRI sebagai pemberontakan.

Keterlibatan Sjafruddin dalam PRRI tersebut membuat peran pentingya hilang selama era Orde Lama maupun Orde Baru. Sjafruddin bahkan ikut menandatangani Petisi 50 bersama Ali Sadikin dan oleh Orde Baru hal itu juga dianggap sebagai upaya makar.

Bagi Akmal, reputasi Sjafruddin era kemerdekaan itu tak seharusnya membuat  dia juga dicoret untuk daftar nama Presiden RI. Ia mencontohkan, Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, sudah pernah terbukti salah dalam skandal Watergate tetapi dalam sejarah tetap diakui sebagai presiden AS.

Akmal mengungkapkan, Sjafruddin juga tidak mendapat penghargaan pahlawan nasional. Namun, namanya digunakan pula sebagai nama menara di kompleks Bank Indonesia, dan nama gedung pada Kementerian Pertahanan karena ia pernah menjadi Menteri Pertahanan dalam kabinet PDRI. "Itu, kan, lucu. Ada periode pemerintah yang mengakui keberadaannya, walaupun secara legitimasi tidak diakui, " ujarnya.

Akmal mengangkat periode sejarah yang terlupakan atau bahkan mungkin dilupakan melalui judul yang cukup provokatif.

Pemerintah RI tak mau mengakui Sjafruddin sebagai pahlawan dan itu sebuah kekeliruan besar, penetapan pahlawan itu bukan dengan lobi atau tekanan politik tetapi melalui suatu kajian.  Dan kita mengetahui bahwa peran PDRI tersebut amat penting di dalam perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

Menurut putri kedua Sjafruddin, Sofiah Y Prawiranegara, bercerita, mendiang ayahnya juga menyenangi musik. Ia pernah menciptakan mars Masyumi.

Masyumi merupakan Majelis Syuro Muslimin Indonesia, partai politik yang dicekal oleh Orde Lama, dan dilanggengkan kembali oleh Orde Baru.

Sumber:

ANT

Comments

Popular posts from this blog

Menu-menu dan Tab Pada Task Manager Hilang

Stop Kebiasaan Mencabut Uban Anda! Gunakan Cara Ajaib Ini Untuk Menjadikan Rambut Uban Menjadi Hitam.

SubhanAllaH !! Tentara Muslim Jepang Ini Telah Dilecehkan Keyakinannya. Pertolongan Allah Datang Dan Allah Menunjukkan KebesaranNYA. Baca Dan Sebarkan.